CERPEN_PILIH AKU ATAU DIA

Pilih Aku Atau Dia

 Leo Ardiansyah. Ya, itulah namaku. Teman-teman biasa memanggilku Leo. Aku seorang siswa yang bersekolah di salah satu SMP ternama di Ibu Kota. Aku menginjakkan kaki di SMP itu pada tahun 2008. sekarang aku duduk di kelas IX. Tepatnya IX.2. Waktu pertama belajar, aku tidak berada di kelas. Karena aku bertugas sebagai Pemandu MOS siswa baru. Aku memiliki jabatan yang tinggi diantara teman-teman. Ketua OSIS. Itulah jabatanku.


 Detik demi detik waktu berlalu. Sampai suatu saat aku menemukan seorang pujaan hati yang telah lama aku cari. Kalau sudah jodoh emang gak kemana. Aku berpacaran dengan teman sekelas. Bermula saat pertama masuk kelas. Aku masuk kelas empat hari setelah teman-teman yang lain belajar. Ketika itu, aku disuruh memperkenalkan diri dihadapan teman-teman baru. Saat berdiri didepan, aku memperhatikan satu persatu teman-teman. Mata ku tertuju pada seorang wanita yang duduk di paling belakang. Wajahnya begitu menarik dan mempesona.
   
    Ketika jam pelajaran telah usai, aku coba untuk mendekatinya. Ku tanya lebih jauh tentang dirinya. “Hai, aku Leo!” ujarku sambil menjulurkan tangan bermaksud menjabat tangannya.
    “Hai. Aku Chesilia. Panggil aja Chesil!” balasnya sambil menyunggingkan senyuman manis dari bibirnya dan membalas jabatan tangaku. Beberapa detik kemudian kami sama-sama melepaskan jabatan tangan itu.
      “Kamu dulu kelas berapa?” tanyaku lebih lanjut.
      "Aku dulu kelas VIII.1” balasnya dengan ramah. Senyuman yang meluncur dari bibirnya sangat mempesona.

            Kami berbincang-bincang selama perjalanan menuju gerbang sekolah. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil Avanza hitam memiliki plat nomor polisi berwarna merah berhenti dihadapan kami. Aku tahu, itu mobil dinas. Lalu pintu belakangnya terbuka dan Chesil masuk kedalam mobil itu. Sebelumnya ia berkata “Aku pulang dulu ya. Sampai ketemu besok!”

            Aku hanya membalasnya dengan sebuah anggukan kepala dan mataku masih memperhatikannya. Aku pun melangkah menuju keparkiran. Mengendarai motor matic menuju rumah. Setelah sampai dirumah, aku langsung menuju kamar. Dalam anganku, aku berharap wanita tadi yang berbicaara bersamaku akan jatuh dipelukanku. Hingga suatu saat, setelah aku mengenal dirinya, aku pun memberanikan diri untuk menyatakan perasaan yang sejak pertama melihatnya.

            Saat bel keluar main berbunyi, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya. “Oh ya Chel, aku mau jujur nih!” ucapku deg-degan. “Sejak pertama masuk kelas, aku selalu memperhatikanmu. Saat itu, aku langsung suka sama kamu!” aku semakin gugup untuk mengeluarkan kata-kata. Semua yang telah aku hafal dirumah, kini serasa hilang di telan rasa grogi. Lututku gemetaran, keringat dingin mengucur dari seluruh tubuhku. Mengungkapkan isi hati kita terhadap seseorang itu memang susah. Namun, aku rasa aku sanggup dan aku bisa. “Chel, mau gak kamu jadi cewek aku?” kata-kata yang keluar dari mulutku ini seakan susah untuk mengeluarkannya.

            “Maksud kamu apasih Leo? Aku gak ngerti!” balasnya dengan polos. Senyumannya semakin membuat aku untuk cepat-cepat memilikinya. Ya, semoga saja bisa terkabulkan.
            “Iya, aku suka sama kamu. Kamu mau gak jadi pacar aku?” aku semakin deg-degan dengan balasannya. Berharap cintaku diterima. Aku tahu, dia bukan yang pertama. Namun, aku akan menjadikannya wanita terakhir yang pernah singgah dihatiku.

            Belum sempat wanita itu menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulutku, bel tanda masuk pun berbunyi. Wanita itu langsung berdiri dari duduknya dan meninggalkanku terus berkata “Nanti saja ya!” aku terus menatapnya. Hingga dia masuk kedalam kelas dan aku menyusulnya. Didalam kelas, ketika guru menerangkan pelajaran, aku terus memandanginya. Menatap matanya. Karena dia duduk di depan, aku rada-rada sulit untuk melihatnya. Saat aku memperhatikannya, aku ditegur oleh guru yang berada didalam kelas karena aku tidak memperhatikan pelajarannya. 

             Nah, saat itu aku dipindahkan dari belakang ke depan. Guru tersebut bermaksud supaya aku lebih memperhatikan pelajarannya. Ide bagus. Semakin didepan, semakin leluasa untuk aku melihat Chesil tanpa ada seorang pun yang tahu. Aku terus memandanginya hingga jam pelajaran guru itu habis. Aku tahu, setelah pulang sekolah nanti masih ada kegiatan yang menanti. Aku telah ditunggu sekitar lima belas menit oleh Pembina OSIS disalah satu ruang belajar untuk mengikuti rapat dan seleksi OSIS baru. Beberapa miscall dari anggota OSIS lainnya telah berserak dilayar HPku. Aku tak menghiraukannya. Sepintas, aku melihat anak yang tadi ku tembak sedang berjalan dengan mantapnya dihadapanku. Aku langsung berlari mendekatinya. Berusaha untuk menjejeri langkahnya. “Hay” panggilku cukup keras.

            Tampaknya Cheryl membisikkan sesuatu ke telinga Chesil. Dan membuat Chesil menoleh ke belakang. Aku memanggilnya sekali lagi. “Hay Chesil…” ujarku sambil melambaikan tangan dan mendekatinya.
            Aku pun berhasil menjejeri langkahnya.. “Kenapa Yo?” tanyanya polos dengan sebuah senyuman manisnya.
            Mungkin ia tidak menyadari maksud kedatanganku. “Gimana?” aku balik bertanya “Ya atau tidak?”
            “Apaan?” dia mulai bingung dengan apa yang kuucapkan.
            “Pertanyaanku tadi? Masih ingat kan?” jelasku kepadanya.
            “Oh, yang tadi. Hmmp, gimana ya?” dia mulai menyadari maksud dari pembicaraanku. Ia merenung. Apa yang harus dijawabnya. Ia harus menentukan jawaban ya atau tidak, karena kesempatan tidak datang dua kali.
            “Bagaimana Chel? Iya atau tidak?” tanyaku semakin deg-degan.

            Belum sempat Chesil membalas, mobil yang biasa menjemputnya berhenti didepan kami. Chesil dan Cheryl bergegas masuk kedalam mobil itu. Saat kakinya melangkah ke dalam mobil, ia berkata “Iya. Aku mau jadi pacar kamu. Sampai ketemu besok!” itulah kata-kata yang aku tunggu selama ini. Dan akhirnya aku bisa menjadi pacarnya.

            Aku juga bergegas mengambil motor mio sporty  yang selalu aku gunakan sebagai alat transportasi ke sekolah. Mengendarai motor dengan perasaan gembira. Aku sangat lega. Ya, harapan ku selama ini. Aku memasuki kawasan perumahan dan beberapa rumah lagi akan sampai dirumah ku. Saat sampai, aku bergegas untuk masuk kedalam kamar. Aku menghempaskan badanku yang sangat lelah setelah beraktifitas disekolah.

            Setelah aku mendapatkan wanita yang selama ini menghilang dari hidupku, aku menjalani aktifitas dengan riang gembira. Mulai dari pergijogging bersamanya, pergi makan, bermain, dan bersuka cita. Namun, semua itu seakan sirna setelah tiga bulan hubungan ini kami jalin. Dibulan ketiga, tepatnya pada saat libur semester aku tidak lagi sering mengontak dia. Seminggu menjelang empat bulan kami jadian, ada-ada saja masalah yang menerpa. Mulai dari digosipin guru yang enggak-enggak sampai orang ketiga.

            Alvin. Ya, dia salah satu sahabat dari Chesil yang sudah akrab dari kelas tujuh. Entah mengapa setiap mereka jalan berdua hatiku merasa sakit. Aku tahu, itu tindakan yang bodoh. Tapi, setiap mereka berbicara tanpa sepengetahuanku, aku merasa sangat cemburu. Padahal Alvin sudah menjadi sahabat dekat ku. Dekat dari pada Chesil.

            Sampai pada suatu saat. Alvin yang tidak mengikuti tambahan pelajaran disekolah pulang kerumah untuk mengambil motornya. Hingga bel pulang berbunyi, Chesil langsung keluar tanpa menungguku. Aku mengambil motor yang terparkir di halaman. Tak sengaja mataku melirik kearah Alvin menghentikan motornya. Disana sangat tampak jelas Chesil naik keatas motor Alvin. Aku membiarkan Chesil pergi bersama Alvin karena aku masih berpikiran positif. Berpikir kalau mereka hanya pergi sebentar. Aku menunggu mereka berdua di depan simpang dekat SMP. Sudah beberapa menit aku menunggu mereka namun mereka tidak muncul juga. Apa yang terjadi dengan mereka berdua?

            Saat aku mulai menggas motorku, Carla yang duduk bersama Pity dan Devi memanggilku dari kejauhan. “Hai Leo. Nunggu siapa?”
Tanpa basa-basi aku kangsung menuju tempat mereka duduk. Menghentikan motorku didepannya. “Ini. Aku nungguin Chesil. Kenapa Car?” balasku sambil turun dari motor dan menghampirinya.
“Aku melihat Chesil pulang bareng Alvin!” sambung Devi. Salah satu teman sekelasku. Ia anak yang pintar dan cantik.
“Iya. Aku juga udah tau kok” balasku datar.
“Oh ya, ada apa hubungan kamu sama Chesil Yo? Kok kalian jarang kelihatan berdua waktu istirahat? Ada masalah ya?” tanya Pity.
“Gak ada kok. Biasa aja. Oh ya, aku pulang dulu ya. Mau belajar dirumah.” Balasku sambil melangkah ke arah dimana motorku diparkirkan. Memasukkan anak kunci dan menstarternya.
Belum sempat mereka menjawabnya, aku telah kabur dari sana. “Eh, kenapa tuh Leo? Tumben-tumbenan gak pulang bareng Chesil.” Tanya Pity ke dua orang teman disampingnya.
“Entahlah. Itu bukan urusan kita. Palingan mereka ada masalah.” Jawab Desi.
“Aku kasihan lihat Leo. Kenapa sih dulu aku mutusin dia?” Carla menyela pembicaraan mereka.
“Yeee, salah kamu juga kali.” Jawab Pity.

Oleh: Vicky Lowrenzo Ariechy

0 comments:

Post a Comment