Cerpen: "Renata: Cinta Buta"
....
Hal yang paling menyebalkan saatku sudah sampai di rumah adalah, aku
masih harus mempertahankan ekspresi mukaku ini menjadi terus-menerus
datar walau yang sebenarnya terjadi adalah sangat berbeda dengan apa
yang sedang kurasakan sekarang. Namun, apa daya jika aku ini memanglah
salah satu dari segelintir anak perempuan yang berbeda dengan
teman-teman perempuanku lainnya. Dimana kebanyakan dari mereka itu sudah
pasti selalu saja bisa curhat dengan keluarga, khususnya ibu mereka
dengan bebasnya. Berbeda dengan aku, sejak diriku berada di Sekolah
Dasar, serasa benar-benar aku harus survive menghadapi hidup ini hanya
seorang diri (dalam hal masalah pergaulan, pendidikan, dan tentunya
percintaan).
Oke, kembali ke saat aku sedang memasuki rumahku....
Seperti biasa, aku parkir motor tercintaku ini di bagasi, dan seperti biasa juga, ibuku tiba-tiba ngoceh banyak hal.
"Pintunya langsung dikunci! Kebiasaan lu suka lupa kunci pintu!" Seru ibuku yang sedang duduk nonton tv di dalam rumah.
"Iyaaa...." Dan ini lah jawabanku yang biasanya.
Namun itu hanyalah permulaan dari segala hal yang bakal terus dibahas
oleh Ibuku. Dan daripada aku terus-terusan meresponi, aku pun
cepat-cepat masuk ke dalam kamar pribadiku, dan menghiraukan segala
ocehan-ocehan yang ada.
Kemudian, di dalam ruangan yang sudah didinginkan dengan AC ini, aku
segera merebahkan tubuhku dan menutup semua badanku dengan selimut.
Memberikan sebuah nuansa kesendirian yang sejak tadi aku idam-idamkan.
...
Aku suka berada disini. Kegelapan yang membawaku terjun langsung ke
harapan paling dalam di hidupku. Dan pada waktu seakan sudah tak ada
gangguan dari luar lagi, aku pun teringat akan Frontier. Yang dimana
baru saja membuat jantungku serasa berhenti berdegup, hingga detik ini,
dimana untuk nafas saja sangat sulit aku rasakan. Dan itu tentu saja,
karena tangisanku ternyata sama sekali tak bisa berhenti, menutup
pernafasanku dengan cairan yang paling aku benci.
Ya Tuhan.... ini adalah momen yang paling aku benci....
Sekarang aku sudah berada di titik dimana kemampuanku untuk bertahan
hidup dari masalah percintaan ini seakan sedang berada di ujung tanduk.
Dan yang aku harus lakukan untuk melanjutkan kehidupanku ke depannya
adalah, membiarkan diri ini terjatuh dari tanduk tersebut, dan kembali
memulai segala sesuatunya dari bawah lagi.
Mungkin kata orang, aku sudah dibutakan oleh yang namanya cinta. Dan aku
itu akan dipanggil sebagai perempuan paling bodoh yang pernah ada.
Apalagi kebutaanku ini sudah terjadi selama empat tahun. Ya, silahkan
hujat aku dengan sadis....
...
Satu jam kemudian, ketika aku sudah selesai melakukan semua bentuk
kebodohanku dari cinta buta yang sungguh menyedihkan itu, aku pun tanpa
pikir panjang lagi memulai keputusan yang selama ini sangat sulit untuk
aku ambil.
"Ma...." Panggilku ke ibuku yang masih saja menonton televisi bersama
kakak perempuanku. Memang, pada jam 11 malam ini, ada acara favorit
mereka berdua, yang sebenarnya paling tak kusukai, yaitu drama lebay
korea.
"Apa? Udah cuci kaki belum? Kayaknya lu belum deh."
"Renata mau pergi malam ini ke Bali."
Serentak, Ibu dan Kakakku kaget bukan main. Apalagi sewaktu akhirnya mereka memperhatikanku yang sedang membawa koper.
"Elu udah gila ya?! Pasti gara si Vino sial itu ya!" Kata Kakakku yang
mengira kalau aku mengikuti ajakan Vino (salah seorang teman seumuranku
yang sudah tinggal di Bali sejak SMA).
"Bukan. Bukan gara-gara Vino. Disana Renata pengen cari duit Kak.
Soalnya udah ada pekerjaan yang pas banget sama cita-cita Renata."
"Renataa.... Udah deh, lebih baik lu masuk kamar aja. Jangan buat Mama tambah pusing!"
"Gak Ma. Soalnya Renata udah pesen tiket. Dan jam keberangkatan Renata
itu jam 1 pagi nanti. Renata harus cepat-cepat ke bandara sekarang."
"Ih! Ni anak udah gila ya! Lu rela ya ninggalin gua sama Mama sendirian
di rumah?! Lu kayak robot yang ga ada perasaan tau gak!!"
Mendengar pernyataan menyakitkan dari kakakku itu, membuatku akhirnya berani mengungkapkan banyak hal.
"Ga ada perasaan ya kata lu Kak? Emangnya selama ini elu ada perasaan?
Emangnya elu, sebagai Kakak yang udah berumur 24 tahun, udah bisa kasih
gua kebutuhan, yang orang-orang sering bilang, hmm apa itu?! Kuping!!"
Tiba-tiba mereka berdua terdiam....
"Udah! Percuma debat segala macem soal yang namanya 'perasaan'! Ma,
Renata udah sering hidup sendiri. Jadinya, lebih baik Renata pergi
sekarang juga. Bye!"
Dan kemudian, dengan sedikit mengeluarkan air mata, aku pun segera
keluar dari rumah untuk masuk ke dalam taxi yang sudah aku pesan selama
di dalam kamar pribadiku tadi. Tetapi, saat koperku sudah dimasukkan ke
bagasi mobil, tiba-tiba Ibu dan Kakakku keluar dari rumah dan mereka
menangis. Hingga akhirnya mereka berdua memelukku dengan sangat erat.
Membuat sebuah momen yang paling tak ingin aku rasakan. Perpisahan....
"Kalau ada apa-apa, langsung balik aja ya Ren. Mama gak bakal marah sama Renata kok...."
"Ren, terus kasih kabar ya.... Jangan suka gonta-ganti nomor waktu lagi disana...."
Oh Tuhan.... Aku benci hal seperti ini....!! Pikirku sambil menangis tersedu-sedu.
....
Ketika aku sudah memasuki Taxi dan lalu Taxi ini berjalan, aku pun
memutuskan untuk melihat ke arah kaca belakang. Memandangi kedua orang
keluarga tercintaku yang terus melihat ke arah Taxi ini dengan seakan
mereka masih menangis....
Ini memang lah keputusan paling tergilaku yang pernah aku ambil. Namun,
memang ini lah yang sudah aku pikir dan rencanakan sejak empat tahun
yang lalu. Sebuah perpisahan yang akan mengubah segalanya. Dimana aku
siap untuk menjadi nothing kembali, di sebuah Pulau yang cukup
menyenangkan bernama Bali tersebut. Untuk meraih cita-citaku menjadi
model, dan mungkin, nikah sama bule disana. Hehehe....
Akhir kata, Good bye my old life! Aku sudah sangat terlalu siap untuk
hidup baru, yang dimana sudah tak akan ada lagi untuk mencintai seorang
pria dengan butanya. Frontier adalah yang pertama dan yang terakhir....
0 comments:
Post a Comment