CERPEN SEPUCUK SURAT BERBALUT RINDU

0

Jangan kamu sebut ini sebagai surat cinta hanya karena aku menggoreskannya dalam secarik kertas putih tak bernyawa. Sebutlah ini sebagai curahan hati dan kamu menjadi tempat curhatku. (catatan kecil di kertas merah berbalut rindu)

Hari ini gerimis kembali turun. Rasanya kota tempat aku dilahirkan dan tumbuh besar hampir menyamai kota Bogor yang ratusan kilometer jauhnya dari kotaku. Setiap hari mendung, lalu gerimis turun perlahan-lahan dan menjadi hujan deras yang disertai dengan angin kencang. Bahkan hujan kerap pula turun begitu saja

tanpa memberi pertanda, tanpa salam terlebih dahulu pada makhluk-makhluk bumi.
Hujan sering membuatku kalang kabut karena jemuran harus segera dipidahkan agar tidak basah lagi. Hujan mampu menghentikan semua aktivitas orang-orang. Begitu juga hujan mampu menggagalkan rencana para muda-mudi untuk bermalam mingguan di jantung kota atau sekedar menikmati lalu lalang kendaaraan dan bercengkrama santai bersama kawan-kawan di trotoar ditemani secangkir kopi. Hujan sering turun dengan begitu derasnya dan akan bertahan sampai pukul sembilan malam bahkan bisa sampai pagi.
Sudah lima hari berturut-turut setiap pukul empat sore awan hitam keabu-abuan menyelimuti kota ini, awan-awan tersebut berasal dari arah barat berarak menuju ke arah timur. Sebelum melanjutkan perjalanan,

CERPEN MENCINTAI DALAM DIAM

0

Aku hanya bisa terdiam dengan keputusannya waktu itu, keputusan untuk mengakhiri hubungan kami. Aku sudah mencoba untuk mempertahankannya, tapi semuanya sia-sia saja. Cinta tak bisa dipaksa, buat apa aku pertahankan semuanya jika di memang sudah tak mencintaiku lagi?.
Sudah tiba saatnya, saat dimana aku harus merelakan, mengikhlaskan, pergi dan menjauh dari dia. Sebelum putus memang hubungan kami kurang baik, banyak terjadi kesalah pahaman, banyak yang memprovokatori hubungan kami. Sangat disayangkan karena hubungan kami telah direstui oleh pihak keluargaku.
Aku menatap langit di luar yang sedang mendung, apa-apaan ini? Apakah langit ingin mengejekku? Kondisi hatiku memang sedang tidak baik, aku lebih banyak memilih diam, dan menggalau di kamar curhat lewat dumay, yang kurasa cuman dumay yang bisa mengerti.
Kebahagiaan itu, aku mulai kehilangan kebahagiaan itu. Senyumanku yang selalu ada di pagi hari kini tak ada lagi. Kenapa waktu begitu tidak adil? Mengapa dia membuatku kehilangan kebahagiaan itu di saat aku telah

cerpen hari jadiku pertama sekaligus yang terakhir

0

Pagi ini aku kira adalah hari yang sangat menyenangkan. Tapi keyakinan ku berubah saat dia menghubungiku. Hari ini adalah hari jadiku dengannya yang ke satu tahun. Awalnya aku ingin memberikan kejutan untuknya dengan menyiapkan makan malam yang romantis di sebuah restoran. Aku benar-benar sudah mempersiapkan dinner ku dengannya dari jauh-jauh hari. Tiap pulang sekolah, aku mencari-cari tempat makan malam yang cocok untukku dengannya. Akhirnya temanku merekomendasikan sebuah tempat yang menurutku benar-benar romantis. Dan hari ini lah waktunya. Akan tetapi semuanya berantakan. Hari ini menjadi hari yang sangat menyebalkan untukku. Aku benar-benar benci hari ini. Aku berharap ini mimpi dan tidak benar-benar terjadi. Sungguh, aku tidak mau kejadian ini terjadi hari ini ! ini seperti mimpi buruk di

cerpen kenalkan aku pada cinta

0


"Iya ma, Astri tau. Astri janji, Astri akan baik baik saja. Oke?". Setelah mendengar balasan dari seberang, Astri mematikan telponnya. Di helanya nafas dalam dalam sebelum kemudian di hembuskannya secara berlahan. Sejenak matanya menatap benda elektornik yang beberapa saat yang lalu di gunakan untuk berkomunikasi dengan ibunya. Astaga, Ia hanya ikut camping beberapa hari bersama teman temannya tapi kenapa ibunya terus terusan merecokinya. Baiklah, bukan merecoki, tepatnya menghawatirkannya. Tapi itu bukan berarti ia harus di telpon setiap saat bukan?. Saat berbalik, Astri hanya mampu menyegir singkat. Gelengan kepala Alya yang menatapnya sudah cukup untuk membuatnya mengerti kalau sahabatnya yang

satu itu heran akan dirinya. "Nyokap loe?" Astri hanya mengedikan bahu sebagai jawaban. "Gue heran deh, loe kan sudah kuliah. Udah segede gini masa nyokap loe masih ngontrol hidup loe terus si?" Komentar Alya sambil melangkahkan kaki menuju ke perkemahan mereka. "Bukan mengontrol, mama cuma khawatir. Secara loe tau kan kalau gue nggak pernah pergi jauh" Terang Astri meralat. Gantian Alya yang angkat bahu. "Eh liat. Cakep ya?". "Siapa?" tanya Astri sambil mengikuti arah telunjuk Alya. Matanya sedikit menyipit sementara tangannya terangkat membetulkan letak kacamata yang ia kenakan. Memperhatikan dengan seksama sosok cowok dengan stelan kaos abu - abu di tambah jaket plus topi untuk melindungi diri dari panas mentari. "Maksut loe kak Andre?" tanya Astri sambil mengalihkan tatapan matanya kearah Alya yang 

cerpen bintang bersinar di bulaan

0

“Laaaaaaaaan! Gue dapet formulir panitia mahasiswa baru nih!”, teriak Kenari sambil berlari ke arahku yang sedang sibuk didepan barang berhargaku; laptop.
“Aih…kenapa sih lu demen banget buat jantung gue copot!”, kataku kesal.
“Yaaa, maaf hehehe, yaaaah Nona Bulan begitu aja kok ngambek sih, sensi amat? hihi”, goda Kenari sambil mencolek daguku.
“Udah tahu gue lagi serius dan sibuk begini huh”, kataku dengan ekspreksi wajah ditekuk.
“Hahahaha, mau ga nih formulirnya?”, goda Kenari sambil melayang-layangkan di udara kertas formulirnya.
Aku melirik dan hendak mengambil kertas formulir dari tangan Kenari lantas Kenari menahannya seraya berkata “Etssss, main ambil aja, senyum dulu dong!” goda Kenari lagi.
Aku tersenyum melihat tingkahnya. Memang dari dulu aku tidak pernah bisa berlama-lama marah dengan Kenari, karena Ken sahabatku itu selalu mempunyai taktik untuk membuatku tersenyum.

Bintang Bersinar Dibulan

Malam sudah larut, namun aku masih saja berkutat dengan diktat kuliahku karena esok hari aku harus bergelut dengan soal-soal Ekonomi Umum. Kurasa cukup belajar untuk malam ini, sekarang waktunya mempersiapkan syarat-syarat apa saja yang harus dipersiapkan untuk melamar menjadi panitia mahasiswa dikampus, pikirku.
Waktu menunjukkan pukul 22.30. Kantukpun menyerangku, segera aku bergegas pergi ke tempat tidur, karena akupun sudah merasa lelah.

cerpen awan itu kamu

0

Hampir setiap pagi aku tak dapat melihat senyuman mentari. Awan hitam selalu sibuk untuk menutupi cahayanya. Membuatku harus menggunakan payung untuk melindungiku dari tusukan air yang berjatuhan dari langit. Kurasa langit mengerti keadaanku sekarang ini. Mendung. Hampir kehilangan cahaya.

Aku dan Roni semakin menjauh. Hubungan kami lebih renggang dari karet yang direndam minyak. Bahkan rasanya, semua yang dilakukannya untukku seperti menelepon, pergi ke mall denganku, hanya sebuah formalitas. Dia tak melakukannya dari hati lagi seperti dulu.

Hanya butuh beberapa langkah untukku bisa mencapai sekolah. Tak perlu diantar ataupun naik angkutan umum, aku sudah mencapai sekolah.

Sesampaiku di sekolah, pandanganku terpaku pada satu orang. Roni. Ia sangat jauh dari tempatku berpijak, hampir tertutup oleh orang-orang yang berlalu lalang mencari tempat untuk memarkirkan motornya.
Ku urungkan niatku untuk menyapanya segera setelah melihat ada seorang gadis yang menghampirinya. Hampir setiap hari aku melihatnya. Rambutnya tebal, lurus dan panjang sepinggul. Poninya selalu dijepit ke belakang, memperlihatkan wajah orientalnya yang cantik. Tingginya hampir sama denganku. Hanya beberapa inchi lebih unggul. Aku sering berpapasan dengan gadis yang hampir seperti anggota girlband korea itu.

cerpen Unrequited Love

0

Aku sedang berjalan di antara kerumunan siswa-siswa lain yang ingin mengetahui bahwa mereka lulus atau tidak. Tahun ini aku sudah akan lulus dari sekolah menengah pertama. Dan saat ini adalah saat-saat menegangkan, dimana aku akan melihat hasil ujian di papan pengumuman. “Hey dev, gue lulus! Lo?”. Aku menengok ke belakang melihat temannya itu dan kemudian kembali mengamati papan pengumuman yang ada di depanku. – Devi Winata : LULUS -. “Tha.. gue juga lulus”. “wah slamat ya”. “iya tha sama-sama”. Sambil memeluk thalita yaitu sahabatku dari kecil, kemudian aku menangis dan berkata “papa dipindah tugas ke SulTeng”. Thalita menatapku “maksudnya lo bakal lanjutin SMA disana”. “ya kurang lebih kaya gitu”. “Kapan berangkat? Take care ya non”. “rencananya besok, iya calling-calling ya tha”. “iya sip”.


Aku sangat senang punya orangtua seperti papa dan mama. Papa punya pekerjaan yang penghasilannya di atas rata-rata dan mama adalah ibu rumah tangga. Papa dan mama masih sangat muda, bayangkan saja di saat aku berumur 14 tahun sekarang ini, mama dan papa masih sama-sama berumur 29 tahun. Aneh kan? Ya iya lah.. karena aku adalah anak angkat mereka. Mereka mengadopsiku saat mereka baru selesai menikah pada umur 22 tahun dan saat itu aku baru berumur 7 tahun. Mereka begitu menyayangiku seperti anak kandung mereka dan begitu juga denganku.