CERPEN- Gara-gara cinta kamu


“Jika menurutmu, mencintaimu adalah sebuah kesalahan maka aku ingin membenarkan bahwa mencintaimu adalah kebenaran dalam hidupku. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, selama dan sebanyak yang aku inginkan. Kenapa kau tidak menginginkannya? Jika alasanmu adalah karena kau tidak menyukaiku, maka akan kubuat kau menyukaiku. Bagaimana pun caranya.”
Hani sedang duduk sendiri di taman, orang-orang berlalu lalang di dekatnya. Ia nampak tidak peduli dengan sekitarnya, ia bahkan tak bergeming atau menoleh sebentar ketika seorang perempuan berteriak “Copet”. Ia sungguh tak peduli. Orang-orang sibuk mendekati perempuan itu, namun ia hanya menatap ke depan. Menatap jauh dan mungkin tak menatap apa-apa. Kosong.
Sejak peristiwa setahun lalu, ia menjadi pendiam. Bahkan cenderung menutup diri dan menghindari pertanyaan beberapa teman atau keluarga yang mencemaskan keadaannya. Teman-temannya menjadi khawatir terlebih keluarganya. Hani yang dulunya adalah seorang remaja periang, selalu terlihat ceria, kini seolah-olah bagai mayat hidup. Jangankan tertawa lepas seperti dulu bersama teman-temannya, tersenyum pun hampir tidak pernah. Hanya sesekali ujung bibirnya nampak seperti melukis senyum, namun seketika berubah lagi menjadi dingin dan kosong.
Berbagai macam cara dilakukan orang tuanya, agar Hani bisa kembali seperti Hani yang dulu. Hani sebelum peristiwa satu tahun lalu itu. Ibunya mengundang teman-temannya untuk datang menemaninya, mengadakan pesta kecil-kecilan semua itu agar Hani bisa tersenyum lagi. Tapi semua usaha yang dilakukan orang tuanya menjadi sia-sia. Hani tak ubahnya seorang remaja yang kehilangan jati diri dan bahkan kehidupannya.


***
“Han, katakan kau mencintaiku!” Ucap Gara yang kini memegang kedua tangan Hani.
“Aku mencintaimu.” Jawab Hani tersenyum.
“Kenapa kau menyuruhku melakukan itu, kamu kan tahu aku mencintaimu bahkan sebelum kau minta aku untuk mengatakannya. Dan ini dua tahun kita bersama, apa kau meragukanku?” Lanjut Hani cemas.
“Bukan. Bukan begitu! Aku sangat mencintai kamu Han. Mungkin orang tidak akan percaya bahwa cinta dua remaja seperti kita tidak akan pernah kekal. Bahwa cinta kita berdua adalah cinta monyet, tapi apa peduliku. Sebab aku memang benar-benar mencintaimu, kamu tahu itu kan?”
“…” Hani hanya mengangguk. Lalu sebuah kecupan Gara mendarat di keningnya.
Ia merasa bahagia dan sangat damai. Namun dalam hatinya terbesit sebuah pertanyaan, mengapa Gara seakan berbeda kali ini. Gara memang remaja sekaligus pria yang sangat romantis, yang selalu membuat Hani menjadi kagum dan beruntung memiliki Gara. Tapi kali ini Gara berbeda, ada sesuatu yang belum diketahui Hani. Sesuatu yang membuatnya menjadi tidak tenang.
Hani terbenam dalam pelukan Gara, ia terlalu nyaman dan bahagia untuk memikirkan hal apa yang akan terjadi setelah malam dimana ia bersama Gara. Malam itu adalah malamanniversary dua tahunnya berpacaran dengan Gara. Setahun lalu Gara melakukan hal romantis seperti malam ini, tapi mereka menikmati kebersamaan mereka bersama. Berbeda dengan malam ini, mungkin Gara merasakan kebahagiaan yang sama. Tapi hati Hani justru menimbulkan pertanyaan dengan sikap Gara yang tiba-tiba memintanya untuk mengatakan bahwa “Aku Mencintaimu”.
Tepat pukul 22.00, Gara mengantarkan Hani pulang ke rumahnya. Hani turun dari motor Gara. Sebelum ia masuk, ia tersenyum pada Gara dan Gara membalasnya tersenyum. Lambaian tangan Gara mengantarnya berjalan masuk ke rumahnya. Ia tidak bisa menyembunyikan luapan perasaan bahagianya malam ini. Gara membuatnya sepertiprincess, putri yang selalu terlihat bahagia dengan senyumnya yang sangat indah.
Hani menjatuhkan tubuhnya di atas kasur springbed miliknya, ditatapnya langit-langit kamar lalu tersenyum sesudahnya. Ia bahkan tidak ingat sudah berapa kali ia tersenyum sehari ini, bersama Gara begitulah Hani menikmati hari-harinya. Selalu tersenyum, ia bahagia.
Malam yang indah itu bersama Gara, seketika menjadi mimpi buruk baginya. Hand phone-nya bergetar di bawah bantalnya, hal itu menyebabkan ia terjaga dari tidurnya. Diliriknya jam beker yang berada di meja samping tempat tidurnya. Pukul 03.00 dini hari, masih terlalu pagi. “Siapa yang berani mengganggu tidurku sepagi ini?” Rutuknya. Diraihnya HP tersebut, nomor tak dikenalinya. Ia ingin segera menekan tombol reject, tapi ia penasaran. Lalu ditekannya tombol received. Suaranya berat menerima telpon dari orang yang tidak dikenalnya.
“Haloo…!” Ucapnya dengan mata masih sedikit enggan untuk terbuka.
“Ini dengan Hani?” Ucap orang diseberang telpon. Nada suaranya seperti orang cemas dan bicaranya pun cepat.
Hani mendadak lebih serius dan berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia menjawab kembal pertanyaan orang di telpon itu.
“Ii…iya. Ini Hani, ini siapa?” Tanyanya sedikit gagap.
“Maaf mengganggumu tengah malam seperti ini. Tapi tidak ada waktu lagi, apa kamu bisa datang kesini segera?” Jawab orang itu masih dengan nada cemas dan semakin membuat Hani penasaran sekaligus khawatir.
“Tapi… tapi ini siapa? Tidak ada waktu bagaimana? Dan aku harus datang kemana?” Lanjut Hani bingung namun nada bicaranya mulai cemas juga.
“Aku Bima, teman kost Gara. Kamu pasti tidak mengenalku karena aku baru pindah kesini. Pokoknya secepatnya kamu harus datang kesini. Tidak ada waktu lagi bagi Gara, aku mohon!” Ucap orang itu semakin cemas.
“Gara mana? Ada apa dengan Gara…?” Tanya Hani khawatir dan semua rasa kantuknya hilang seketika karena mencemaskan keadaan Gara.
“Sebaiknya kamu cepat kesini…!” Lanjut orang itu semakin cemas.
“Baiklah. Aku akan segera kesana.” Jawab Hani mengakhiri percakapan lewat telpon di hari yang masih sangat pagi itu.
“Gara…”
“Ada apa dengan Gara…?” Ceracau Hani yang secepat kilat menyambar jaket dan kunci mobil miliknya.
Ia tidak membangunkan orang tuanya, takut ayah ibunya ikut cemas dan sekaligus mencemaskan dirinya yang akan menyetir mobil sepagi itu dengan perasaan kalut. Sepanjang jalan ia tak hentinya bertanya dalam hati, ada apa dengan Gara? Apa yang terjadi? Apakah Gara baik-baik saja? Tapi ia tidak mungkin baik-baik saja. Sebab temannya menyuruhnya datang sepagi ini dan mengatakan bahwa tidak ada waktu lagi. Banyak pertanyaan yang berhamburan dikepalanya.
“Gara………………..!” Ratap Hani dengan airmata yang berderai di kedua pipinya.
Orang-orang disekitarnya ikut menangis dan sebagian dari mereka berusaha menenangkan Hani yang semakin meratap. Orang-orang berpakaian hitam di sekitarnya semakin membuatnya bersedih, dan berusaha mengingkari bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Gara tidak mungkin pergi meninggalkannya sendiri. Lalu kenyataan bahwa kini di hadapannya ada sebuah gundukan tanah yang masih basah, tanah pekuburan Gara yang baru saja dimakamkan.
“Hani sayang, kamu harus mengikhlaskan kepergian Gara…” Ucap mamanya menenangkan Hani.
“Bu… ini tidak benar kan bu! Gara masih hidup kan bu…!” Tanyanya pada ibunya, ia tak kuasa menahan air matanya.
“Sayang…! Kamu harus bisa terima kenyataan ini…! Gara sudah pergi!” Jawab ibunya yang juga ikut menangis.
“Tidak bu, Gara masih ada…! Gara masih hidup…! Garaa….! Jangan tinggalin aku…” Ratap Hani semakin menjadi, lalu sekitarnya seperti berputar dan tatapannya kian kabur. Ayah ibunya, teman-temannya, tak lagi jelas di matanya. Lalu seketika ia ambruk ke tanah depan pusara Gara.
Gara meninggal karena penyakit yang selama ini dideritanya, penyakit yang tidak pernah diberitahunya kepada siapa pun termasuk Hani. Karena ia tidak ingin, orang-orang disekitarnya mencemaskan dirinya. Selama ini ia berusaha untuk bahagia dan terlihat biasa-biasa saja di depan orang-orang disekitarnya. Terlebih di depan Hani, ia tidak ingin membuat gadis yang dicintainya harus bersedih karena penyakitnya. Selama ini ia pun tegar menjalani hari-harinya tanpa orang tua. Ia seorang pemuda yang mandiri dan tidak mudah putus asa. Ia membiayai kehidupannya sendiri dengan bekerja part time sepulang sekolah disebuah restoran. Tidak disangka ia harus meninggal karena penyakit penyempitan otak yang dideritanya sejak kanak-kanak. Ia bahkan tidak sempat mencium bau rumah sakit untuk pertolongan lebih dini.
Hani bahkan tidak sempat mengucapkan selamat tinggal, ia juga bahkan tidak sempat mengatakan “Aku mencintaimu” pada Gara sekali lagi. Ia juga tidak bisa mengatakan bahwa, ia pun tidak peduli dengan omongan orang tentang cinta mereka. Sebab yang ia tahu, ia sangat mencintai Gara. Dan mereka berdua saling mencintai, itu yang terpenting.
Hani ingat bagaimana kisah mereka dipertemukan. Yah, pertemuan Hani dan Gara. Mereka berdua sama-sama pelajar yang populer di sekolah. Awalnya mereka saling benci, Gara yang selalu terlihat perfectsionis di depan siapa pun membenci gaya Hani yang dikatakannya sok populer. Tapi ia juga tidak memungkiri bahwa Hani memang cantik. Tapi ia tidak pernah berani mengatakan hal itu. Hani juga ingat bagaimana ia dan Gara selalu bertengkar, hampir disetiap mereka bertemu hanya pertengkaranlah yang terjadi. Termasuk ketika bertemu di kantin dan mempersoalkan meja yang sama. Mereka berdua sama-sama ingin duduk di meja itu, sama sekali tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya terjadi lagi pertengkaran diantara mereka.
Seluruh sekolah tahu bahwa mereka berdua itu seperti Tom dan Jerry dalam serial kartun di salah satu station TV swasta. Banyak yang mencibir ke mereka, tapi banyak juga yang senang dengan ketidak akraban mereka. Selalu menarik untuk disimak ketika terjadi pertengkaran adu mulut diantara mereka. Satunya cakep, satunya lagi cantik. Malah ada yang bilang ke mereka bahwa, tidak baik saling membenci berlebihan, karena kita tidak akan pernah tahu kapan rasa suka itu akan muncul atau bahkan jatuh cinta.
Ia juga ingat bagaimana Gara menolongnya ketika ada segerombolan pria jail mendekatinya dan ingin menjailinya. Gara datang bak pahlawan lalu menolongnya. Tapi Hani bukan langsung terkesan, malah cuek dan pergi begitu saja meninggalkan Gara yang sehabis berantem dengan segerombolan pemuda tersebut. Gara langsung meneriaki Hani dengan ucapan “Dasar egois, cewek gak tahu terima kasih. Awas aja kalau nanti dalam keadaan terjepit lagi, gak bakal aku tolongin”. Hani hanya berbalik sebentar lalu menjulurkan lidah ke arah Gara. Gara semakin geram dan gemas dibuatnya.
Suatu ketika, Gara menyadari bahwa bagaimana pun sikap Hani terhadapnya dia tetaplah seorang gadis yang sangat cantik dan manis. Sayangnya sifat keangkuhannya terkadang menyembunyikan semua anugerah Tuhan yang terindah itu. Entah kenapa, Gara berubah sikap terhadapnya, menjadi lebih perhatian dan selalu menolongnya. Tapi Hani malah risih dan selalu mengabaikan semua yang dilakukan Gara untuknya. Sampai Gara mengucapkan kalimat seperti ini.

“Jika menurutmu, mencintaimu adalah sebuah kesalahan maka aku ingin membenarkan bahwa mencintaimu adalah kebenaran dalam hidupku. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, selama dan sebanyak yang aku inginkan. Kenapa kau tidak menginginkannya? Jika alasanmu adalah karena kau tidak menyukaiku, maka akan kubuat kau menyukaiku. Bagaimana pun caranya.”
Kalimat itu diucapkan Gara ketika ia mengungkapkan perasaannya terhadap Hani. Sebab ia tidak tahan lagi dengan sikap penolakan Hani. Lalu karena seringnya Gara melakukan hal-hal yang tidak pernah diduga Hani sebelumnya, ia pun merasa terpesona dengan semua perlakuan Gara. Hingga perkataan Gara akhirnya benar bahwa ia akan benar-benar membuat Hani untuk menyukainya. Hani menyukai Gara pada akhirnya dan bahkan sangat menyayangi dan mencintai Gara. Itu semua berkat usaha dan kegigihan Gara dalam menunjukkan rasa suka dan rasa cintanya terhadap Hani.
***
Saat ini, hanya ada nisan yang bisa dipegang oleh Hani. Selalu dikunjunginya tiap akhir pekan dengan membawa bunga yang menjadi simbol hubungan mereka berdua, yaitu bunga Lili putih. Hani tidak terpukul lagi akan kepergian Gara, namun ia berusaha ikhlas atas apa yang menimpanya. Setidaknya ia pernah merasakan bahagia bersama Gara dan beruntung pernah mencintainya dan pernah dicintai oleh orang seperti Gara. Ia paham bahwa kemana pun ia pergi dan dimana pun ia berada, maka cinta tidak akan pernah pergi darinya. Akan selalu ada dan akan tetap ada di hatinya. Meski Gara telah berada di dunia yang berbeda. Tapi ia selalu yakin, Gara adalah anugerah terindah yang pernah diberikan Tuhan padanya. Sesuatu yang tidak akan mungkin bisa digantikan dengan sesuatu apa pun di dunia. Dialah CINTA… beruntung ia pernah membaginya bersama Gara.
“Gara, Cinta itu Kamu…!” Ucap Hani sesaat sebelum ia meninggalkan pusara Gara dan mencium nisannya.
Itulah cinta, selalu memberikan sesuatu yang berbeda disetiap akhir ceritanya yang sesungguhnya tidak pernah benar-benar memiliki akhir. Cinta akan selalu ada, selama masih ada yang meyakininya. Dan aku percaya, cinta itu menyenangkan….

0 comments:

Post a Comment